Tujuan Sederhana: Kerja, Pulang, Hidup Tenang
.png)
Tujuan Sederhana Berubah Jadi Tekanan yang Diam-Diam Menghantui
.png)
Sadar atau tidak, niat yang sederhana ingin memiliki pekerjaan dengan kenyamanan dan upah yang cukup, bisa pulang tanpa membawa beban, lalu menjalani hidup dengan tenang, tidak muluk-muluk keinginan lain. Tidak ingin menjadi orang yang kaya bertahan hingga tujuh turunan. Tidak pula mendambakan kehidupan yang glamor. Cukup bisa makan enak tiga kali sehari, bisa libur di akhir pekan, dan memiliki sebuah ruangan impian untuk belajar atau diwaktu luang.
Namun sayangnya, realita berkehendak lain, mengakibatkan terjebak dalam kondisi yang membuat niat sederhana ini justru terasa makin berat. Dunia kerja hari ini tidak lagi semudah yang dibayangkan, datang pukul 08.00 lalu pulang pukul 17.00. Batas antara jam kerja dan waktu kegiatan pribadi menjadi semakin tidak jelas perbedaannya. WFH membuat tempat tidur terasa seperti kantor kedua. Notifikasi WhatsApp tentang pekerjaan bisa masuk kapan aja, dan ironisnya kita merasa bersalah kalau tak langsung merespon.
Di tengah dilema tekanan ini, impian sederhana tersebut yang awalnya menenangkan, berubah menjadi sumber stres. Seorang pencari kerja mungkin awalnya hanya ingin mendapatkan penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup agar lebih layak. Tapi begitu diterima, tuntutan kerja datang tanpa henti. Kadang dipekerjakan dengan jobdesc yang tidak sesuai kontrak, kadang harus lembur tanpa tambahan gaji, kadang juga harus berkompetisi secara tidak sehat dengan rekan kerja hanya untuk bisa bertahan.
Lantas muncul pertanyaan yang diam-diam menghantui para freshgraduated “Apakah ini sepadan? Apakah ini memang jalan untuk hidup tenang yang selama ini saya bayangkan?”
Kita sering lupa bahwa keinginan sederhana itu butuh strategi. Keinginan itu tak secara otomatis langsung membawa pada ketenangan, apalagi jika dijalani dengan cara yang salah pula, atau mendapat lingkungan yang tak sehat. Ibaratkan orang yang ingin menyeberang dengan damai, tapi berdiri di tengah jalan tol. Tujuan sebaik apa pun, tapi tanpa memilih tempat dan waktu yang tepat, hasilnya tetap akan membahayakan diri sendiri.
Hal ini pula yang membuat banyak anak muda mengalami quarter life crisis. Bukan karena tidak tahu apa yang ingin dicapai, tapi karena tak memili arah tujuan yang cukup jelas untuk dicapai. Memiliki tujuan ingin “hidup tenang”, tapi tak tahu bagaimana cara mencapainya, apalagi di dunia kerja yang semakin kuatnya budaya kompetitif, tidak menentu dan penuh tekanan dari media sosial yang menampilkan berbagai aneka ragam “sukses” sebagai standar minimum kehidupan.
Semua itu membuat kita butuh momen untuk berhenti sejenak, merencanakan ulang langkah, dan mengoreksi ulang definisi “hidup tenang” itu sendiri.
Definisi Ulang arti Ketenangan
Tenang diartikan secara umum sering disamakan dengan tidak melakukan apa-apa. Tidak dikejar-kejar oleh sebuah beban, tidak dimarahi atasan, tidak harus bersaing dengan orang lain. Namun ketenangan yang sejati bukanlah tentang kosongnya tanggungjawab, tetapi lebih kepada tentang bagaimana kita menyikapi tanggungjawab itu secara sehat.
Salah satu kesalahan terbesar generasi muda hari ini ialah menganggap bahwa kerja itu merupakan sumber penderitaan dan ketika sudah pulang adalah satu-satunya waktu yang menyenangkan. Padahal jika kita terus membawa rasa muak pada pekerjaan dan hanya menunggu momen pulang agar merasa ‘hidup’, maka 70% dari hidup kita akan diisi dengan kebencian. Ketika bangun pagi dengan berat hati untuk berangkat kerja, ketika sudah berada di tempat kerja menghitung jam demi jam sampai waktu pulang tiba, kemudian esok harinya melakukan hal yang sama.
Pertama-tama, kita perlu memisahkan antara “kerja sebagai kewajiban” dan “kerja sebagai bagian dari proses pertumbuhan”. Mungkin kita tidak tak akan langsung mencintai pekerjaan kita dan itu wajar. Tapi ketika kita bisa mencoba mencintai diri sendiri yang sedang berproses. Kita bisa memberi penghargaan untuk setiap upaya kecil yang sudah dilakukan, seperti bangun pagi, datang tepat waktu, menyelesaikan laporan tepat waktu, menahan emosi. Semua itu adalah bentuk proses pendewasaan diri yang layak diapresiasi.
Ketika lelah itu memiliki sebuah arti atas apa yang dilakukan, maka kita akan timbul rasa kebanggaan. Itulah mengapa pentingnya untuk membangun ritme kerja yang lebih manusiawi dengan mempertimbangkan kemampuan diri, bukan hanya sekadar produktif tanpa tentu arah.
Sebagai seseorang yang sedang mencari kerja, juga perlu lebih selektif dalam memilih pekerjaan. Jangan hanya melamar pekerjaan yang “ada”, tapi cobalah memilih yang sesuai dengan kapasitas, nilai hidup, dan kesehatan mental diri. Jika dipaksa untuk menerima pekerjaan yang belum ideal, buatlah batasan yang jelas kapan harus bekerja, kapan harus berhenti. Mulailah membangun transisi agar tercipta transisi ketika pulang merasa tenang, entah dengan olahraga ringan, membaca, atau menyiapkan makanan favorit. Pulang harus menjadi proses pemulihan atas lelah yang sudah dijalani seharian, bukan sekadar peralihan.
Dan yang paling penting, jangan merasa gagal jika saat ini belum merasakan hidup yang tenang. Hidup tenang bukanlah sebuah target ibaratkan garis finish, melainkan soal kebiasaan harian yang dilakukan. Kadang kita membayangkan bahwa setelah mendapat kerja tetap, semua akan membaik. Tapi ketenangan itu tak datang dari status pekerjaan, ia datang dari cara kita memperlakukan diri sendiri.
Mulailah dari bangun pagi tanpa tergesa-gesa, Ucapkan terima kasih pada diri sendiri, Berani berkata “tidak” ketika beban tanggungjawab sudah terlalu berat, Menyusun ulang jadwal mingguan agar ada waktu luang. Dan jika perlu, konsultasilah dengan psikolog atau mentor yang bisa membantu menata arah hidupmu.
Tujuan sederhanamu untuk “kerja, pulang, hidup tenang” tak akan menjadi mimpi kosong, ia akan menjadi kenyataan, dengan harus menjalani cara yang benar. Harus berani membangun sebuah sistem, bukan sekadar ikut arus. Harus belajar berkata “cukup” bukan terus-terusan mengejar validasi dari orang-orang. Harus berani berhenti sebentar, bukan takut berhenti dikarenakan dikatakan kalah oleh orang lain, tapi agar bisa melangkah lebih bijak.
Menjalani, Bukan Sekadar Menunggu
Bagi siapapun kamu yang sedang merasa terjebak dalam tujuan baik namun gagal menjadi kenyataan. Hidup kamu akan berubah ketika berhenti berpikir bahwa hidup yang tenang itu adalah hasil dari situasi ideal yang dijalani. Mulailah percaya bahwa tenang adalah hasil dari keputusan sadar yang diulang setiap hari.
Ketika kamu sebagai orang yang sedang mencari kerja, atau bahkan pekerja baru, jangan biarkan dunia atau lingkunganmu membentuk standar bahagiamu. Tidak apa-apa kalau hidupmu belum seperti yang kamu harapkan. Yang terpenting, harus tahu ke mana arah tujuanmu. Kamu tahu bahwa kerja bukan akhir dari segalanya, dan pulang bukan satu-satunya penyelamat agar terhindar dari tanggungjawab pekerjaan. Kamu tahu bahwa hidup tenang adalah perjalanan yang bukan hadiah instan. Karena sejatinya tujuan sederhana itu hanya bisa hidup jika kamu bersedia memperjuangkannya. Dan perjuangan itu, dimulai dari hari ini.
“Tenang bukanlah tempat. Tenang adalah cara kamu berjalan.”
_____
Semoga bermanfaat
Post a Comment for "Tujuan Sederhana: Kerja, Pulang, Hidup Tenang"