Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tuntutan Produktivitas Organisasi Kampus menjadi Ancaman

"Organisasi bikin capek. Tugas kuliah jadi berantakan. Mental pun ikut drop. Jadi, buat apa ikut organisasi kalau akhirnya cuma jadi beban?"

Pertanyaan ini terdengar sedikit sinis, tidak sopan lagi ketika didengar oleh senior di organisasi kampus. Tapi bagi sebagian mahasiswa yang sedang berjuang menyeimbangkan waktu untuk kuliah, waktu pribadi, dan tekanan sosial, ini merupakan pertanyaan jujur.
Sejak awal-awal masuk kuliah, sudah banyak mahasiswa yang didoktrin dengan narasi bahwa organisasi adalah “tempat menempa diri”, atau “upgrade kepemimpinan diri”, dan “modal masa depan”. Organisasi diposisikan sebagai jalan yang sunyi menuju sebuah kedewasaan diri. Bahkan ada yang mengatakan “IPK-mu tak akan berguna tanpa adanya pengalaman organisasi.”

Realitanya? tak seindah desain poster Open Recruitment

Banyak yang masuk organisasi malah merasa semakin hilang arah. Disebabkan agenda yang padat, rapat yang tak kunjung selesai, drama internal organisasi yang selalu memanas, dan tanggung jawab yang melebihi batas standar kemampuan. Sementara tugas kuliah udah menumpuk dikejar deadline, waktu istirahat sangat sedikit, kalau izin malah menyebabkan relasi menjadi retak.

"Niatnya mau berkembang, malah kewalahan"
"Bikin matang, tapi malah burnout?"

Pada titik tersebutlah organisasi mulai terasa seperti beban, yang dulunya dibungkus atas nama idealisme.

“buat apa organisasi kalau cuma jadi beban?” tidak sesederhana yang terlihat. Bukan persoalan malas atau manja, melainkan apa sebenarnya tujuan ikut organisasi?

Adakah gunanya loyal pada struktur organisasi yang malah tidak membuat tumbuh?
Adakah gunanya menghadiri rapat demi rapat jika pulangnya selalu penuh keluh?
Adakah gunanya mengerjakan program kerja yang bahkan tidak kita yakini untuk dilaksanakan?

Manusia tidak diciptakan untuk sibuk tanpa arah. Kita bisa lelah, tetapi kita harus tau juga bertahan untuk apa? Kita boleh aja dituntut untuk melakukan ini dan itu, tetapi kita harus ikhlas jika memang menurut kita itu berarti. Tapi kalau yang dilakukan hanya demi memenuhi ekspektasi, menjaga gengsi, atau mengejar “value CV”, maka cepat atau lambat tubuh akan merasa berat menjalaninya.

Banyak organisasi yang kehilangan tujuannya, menjadi ladang ambisi bukan sebagai ruang refleksi. Menjadi panggung politis kecil-kecilan, bukan komunitas untuk belajar bersama. Ketua sibuk dengan retorika, anggota sibuk untuk membuat laporan-laporan palsu. Karena apa? semua program kerja dijalankan bukan karena dirasa perlu, tapi karena “sudah agenda tahunan turun temurun dari senior 10 tahun yang lalu” bukan karena "Program Ini memiliki dampak yang sangat besar".

Apa yang Membuat Organisasi Layak Dijalani?

Bukan “buat apa ikut organisasi?”, tapi “organisasi seperti apa yang layak diikuti?”

Organisasi yang layak diikuti bukan yang paling besar atau paling bergengsi dari banyaknya organisasi, tetapi yang paling jujur. Jujur mengakui kelemahan, membuka ruang untuk berdiskusi, memberi tempat untuk bertumbuh secara utuh. Yang memanusiakan manusia, bukan mengeksploitasi potensi.

Organisasi bukan tempat mencari pujian, tapi tempat belajar memikul tanggung jawab.
Bukan tempat menyembunyikan luka, tapi tempat menyembuhkan bersama.

Organisasi juga bukan tempat untuk menjadi orang lain, organisasi adalah tempat untuk menjadi diri sendiri yang lebih sadar, lebih tangguh, dan lebih lembut.

Tidak ada yang salah jika ingin aktif berorganisasi. Tidak juga keliru kalau mau belajar manajemen waktu, komunikasi, dan kepemimpinan. Tapi kalau dalam prosesnya kamu malah kehilangan kesehatan, kehilangan makna, dan kehilangan dirimu sendiri, maka kamu perlu bertanya ulang "Apa tujuan kamu memulai untuk ikut Organisasi?".

Mengikuti organisasi bukan kewajiban moral, itu adalah pilihan sadar yang kamu sudah kamu pilih. Ketika kamu salah dalam memilih, kamu juga memiliki hak untuk melakukan evaluasi.

Kamu berhak berhenti.
Kamu berhak istirahat.
Kamu berhak berkata: “Ini tidak sehat untukku.”

Karena pendidikan sejati bukan hanya tentang nilai akademik, dan bukan pula soal jabatan organisasi. Tapi tentang bagaimana kamu tumbuh menjadi manusia yang tau kapan harus melangkah, dan kapan harus menghindari resiko untuk dirimu.

Jadi, apa manfaatnya mengikuti organisasi kalau cuma hanya menjadi beban?

Tentu jawabannya, tidak ada.
Tapi kalau bisa menemukan tujuannya kembali, entah itu sebagai tempat untuk tumbuh, dan bermakna, maka organisasi bukan menjadi beban, bahkan bisa menjadi sebuah rumah. Rumah tempat belajar, gagal, tertawa, dan memahami bahwa menjadi manusia bukan hanya tentang kesibukan.

Post a Comment for "Tuntutan Produktivitas Organisasi Kampus menjadi Ancaman"