Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sulitnya Laki-laki untuk mengungkapkan Perasaan


Kamu pernah merasakan ada sesuatu yang aneh dengan teman cowok kamu? Misalnya itu seperti fenomena akhir-akhir ini yang ramai tentang "laki-laki duduk sendiri di depan indomaret" dengan maksud diam menyendiri, dibalik itu semua, kenapa laki-laki lebih cenderung menyendiri daripada bercerita? Tetapi, ketika ditanya jawabannya “gpp, aman.”

Istilah "laki-laki tidak bercerita" bukan hanya menjadi fenomena sosial yang baru-baru ini kita dengar, bahkan sudah menjadi persoalan biasa sejak lama. Lantas bagaimana Islam khususnya al-Qur’an memberikan pandangan berkaitan "laki-laki tidak bercerita" ini? Apakah memangnya laki-laki itu harus selalu cool dan tahan dengan segalanya untuk dihadapi sendiri? 

Yap, laki-laki itu sejak kecil banyak diberikan doktrin "jangan nangis, kamu cowok!" atau "cowok harus kuat!". Pesan-pesan seperti ini yang secara tidak langsung justru membuat kepribadian banyak laki-laki itu terbentuk untuk selalu menahan emosi, menyimpan kesedihan, dan tidak menunjukkan sikap yang lemah.

Laki-laki di lingkungan masyarakat, selalu dijadikan titik lebih dominan dibandingkan perempuan, dan ketika laki-laki mengeluarkan sebuah emosi akan dianggap sebagai tanda-tanda kelemahan. Akibatnya membuat banyak laki-laki lebih memilih diam, memendam, dan menunjukkan topeng ketangguhan, meskipun di hati mah udah rapuh banget rasanya.

Jika ditinjau dari perspektif Islam, terdapat salah satu sosok laki-laki yang paling emosional dalam al-Qur’an, yaitu Nabi Ya’qub. Ketika ia kehilangan Nabi Yusuf, al-Qur’an menggambarkan rasa sedihnya Ya’qub bukan hanya melalui kata-kata, justru terlihat melalui fisiknya

“Dan dia (Ya’qub) berpaling dari mereka dan berkata, ‘Aduhai duka citaku terhadap Yusuf,’ dan matanya menjadi putih karena kesedihan, sebab dia begitu menahan (kesedihan).” (QS. Yusuf: 84)

Ya’qub menangis dikarenakan tak kuasa menahan rindunya pada Nabi Yusuf, ia mengungkapkan kesedihannya kepada Allah dan tidak ada satu pun celaan dari Allah atas ekspresi yang disampaikan oleh Nabi Ya'qub tersebut.

Melalui kisah Nabi Ya'qub diatas, kita dapat mengambil hikmah diantaranya bahwa al-Qur’an tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam soal perasaan. Perasaan sedih, rindu, takut, khawatir, itu semua sudah menjadi sifat lumrah manusiawi setiap detiknya, bukan sifat yang dikhususkan pada cewek atau cowok. Justru yang penting itu adalah bagaimana caranya kita untuk menyalurkan emosi-emosio tersebut dengan cara yang sehat dan bermakna.

Laki-laki memang mungkin secara biologis dan sosiologis cenderung tidak terlalu ekspresif, namun itu bukan berarti juga mematikan sisi emosionalnya. Dalam Al-Qur’an misalnya, manusia diajak untuk jujur terhadap dirinya sendiri, bukan untuk berpura-pura tegar sepanjang waktu.

Lantas mengapa laki-laki sulit mengungkapkan perasaan? karena budaya, tekanan sosial, dan pola asuh. Kalau meninjau melalui al-Qur’an, kita justru melihat bahwa mengungkapkan emosi adalah bagian dari fitrah manusia. Nabi pun menangis. Para Rasul juga sedih, khawatir, dan merasakan rindu.

Islam tidak menuntut laki-laki untuk menjadi robot, yang diminta adalah mengelola emosi, bukan menekannya.

Jia kamu seorang laki-laki yang sedang sedih atau tertekan, it's okay to feel that way. Curhat, menangis, dan mencari pertolongan bukan tanda kamu lemah, itu tanda bahwa kamu manusia.

Kita perlu memberi ruang untuk para laki-laki agar dapat mengekspresikan perasaannya tanpa takut ditertawakan atau dihakimi. 
Mulai sekarang, mari normalisasi cowok curhat, menangis, dan jujur tentang rasa, karena itu merupakan cara untuk menjadi laki-laki yang utuh, bukan cuma kuat di luar, tapi juga sehat di dalam.


_____
Semoga bermanfaat

Post a Comment for "Sulitnya Laki-laki untuk mengungkapkan Perasaan"