Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Saya punya Ijazah! Gengsi menjadi Penghalang Rezeki



Ironi saat ini ketika sudah menyelesaikan pendidikan SD, SMP, SMA, S1, bahkan S2 dan S3, pulang membawa ijazah sembari tersenyum lebar, tapi beberapa bulan kedepan masih harus dihadapkan dengan status "Info lowongan kerja". Disaat teman-teman sebangku waktu SMP yang dulunya mendapatkan nilai matematika pas-pasan, sekarang sudah punya memiliki sebuah usaha, memiliki cabang dan jualan di e-commerce yang omsetnya secara diam-diam membuat iri.

Banyak yang setelah melakukan menyelesaikan pendidikannya kemudian merasa "Saya terlalu berpendidikan untuk kerja di lapangan." atau: "Masa saya lulusan ini, kerjanya seperti ini?"
Dan yang paling klasik: "Mati-matian menyelesaikan pendidikan, masa ujung-ujungnya harus disuruh-suruh?"

Realita saat ini ijazah bukanlah menjadi jaminan rezeki akan terus mengalir sampai punya 7 keturunan. Dalam dunia kerja akan dihadapkan seperti hutan belantara yang dimana kita harus dipaksa untuk bertahan, bukan tentang siapa yang paling pintar, melainkan siapa yang paling adaptif dan rendah hati.

Ketika terdapat sumber daya manusia yang sudah memiliki status pendidikan namun terlalu gengsi untuk mencoba usaha kecil, menolak pekerjaan yang “dirasa” tidak sesuai kompetensi, justru hal inilah nantinya yang akan menutup pintu-pintu peluang yang seharusnya dapat menjadi jalan rezeki. Sayangnya ya gengsi tak bisa ditukar menjadi beras atau bensin.

Pendidikan kalau dibilang bukti perjuangan, memang benar. Namun tidak menjadi jaminan menjadi tiket sakti sehingga akan langsung menduduki kursi manajer atau punya kantor dengan AC yang dinginnya seperti di kutub utara. Banyak kok orang kaya yang tidak menyelesaikan pendidikan, tapi tetap tajir melintir karena punya mental pejuang, bukan mental menunggu.

Mari kita lihat di sekitar kita, banyak yang tamat SD namun rajin membuka usaha, seperti berjualan sayur, atau menjadi tukang service HP, dan justru hidup lebih mapan dari mereka yang sibuk mengirimkan berkas lamarannya ke sana ke mari dengan harapan bekerja di Perusahaan BESAR, namun menolak bekerja yang usaha kecil karena "tak sesuai CV".

Rezeki tidak selalu datang dari logika manusia, melainkan datang dari kesungguhan dan ketulusan usahanya. 
“Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm [53]: 39)

Bukan “Pendidikan apa yang sudah diselesaikan”, melainkan "apa yang sudah diusahakan."
Bukan soal berapa panjang dan banyak titel yang terdapat di belakang nama kita, sudah seberapa siap kita untuk terjun ke lapangan pekerjaan apa pun, asal halal dan berkah? Rezeki itu layaknya air yang akan selalu melewati celah, bukan datarannya. Jika kita membuka diri untuk semua peluang meskipun itu kecil, bahkan tidak sesuai dengan ekspektasi pendidikan dan kemampuan kita, bisa jadi dari melalui pintu tersebutlah rezeki terbuka.

Tapi ketika gengsi yang menjadi standar, rezeki justru akan menjauh. Kita menolak pekerjaan karena merasa “lebih pantas” di posisi lain. Padahal yang dinilai Allah adalah kerja keras, keikhlasan. Bukan posisi jabatan  apa yang kamu tempati atau Jenis pekerjaan apa yang kamu ambil.

“Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik daripada hasil dari jerih payah tangannya sendiri…” (HR. Bukhari)

Bukan mempertimbangkan posisi jabatan ataupun jenis pekerjaan, asalkan pekerjaan itu halal apa pun bentuknya adalah sebuah kehormatan, bukan bentuk penurunan martabat. Rasulullah bahkan orang yang pernah berdagang, mengembala kambing, dan apakah mereasa rendah dengan hal tersebut? TIDAK.

Kita perlu meluruskan kembali mindset dan pola pikir setelah menyelesaikan pendidikan, apalagi ketika ingin mencari pekerjaan diluar. Bukan tentang posisi atau status, tapi tentang keberkahan dan kemandirian yang harus kita ingat. Karena tak ada pekerjaan itu yang hina selama halal. Pekerjaan cleaning service pun bisa lebih mulia daripada koruptor yang berdasi. Tak ada yang salah ketika memulai sesuatu dari bawah, yang salah itu adalah ketika kita terlalu lama menunggu yang sesuai dengan keinginan "gengsi".

Memiliki pendidikan itu penting yang tentunya itu hanya sebatas alat, karena rezeki tidak mengenal pendidikanmu apa, melainkan lebih menghargai ikhtiar. Jangan sampai karena terlalu gengsi untuk mulai dari bawah, kita justru tak pernah naik ke atas.

Kita hidup di era yang menghargai aksi lebih dari posisi. Maka, jangan biarkan gengsi menghambat langkahmu. Kadang rezeki itu hadir dalam bentuk yang tak sesuai ekspektasi, tapi sangat sesuai dengan keberanian untuk mencoba.
Perihal ordal? Skip dulu wkwk (kita lanjutkan di artikel berikutnya)


_____
Semoga bermanfaat

Post a Comment for "Saya punya Ijazah! Gengsi menjadi Penghalang Rezeki"