Rezeki yang Harus Dikejar: Telaah Perspektif QS. Al-Mulk Ayat 15
.png)
Dalam Al-Qur'an dinyatakan“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” QS. Al-Mulk: 15
Banyak yang merespon maksud ayat tersebut, terutama anak muda zaman sekarang, sering kali bergulat dengan sebuah pertanyaan: Apakah aku harus mengejar rezeki secara mati-matian, atau membiarkan rezeki itu datang sesuai dengan takdir yang sudah ditetapkan?
Di satu sisi memang membuat kita menjadi terdorong untuk bekerja keras, bangun pagi, tidur kadang menjadi larut, karena terjebak untuk berloma pada produktivitas yang akhirnya tak berkesudahan. Di sisi lain, ada ungkapan yang sudah tak asing kita dengar, “Rezeki enggak akan tertukar,” atau “Yang penting tawakal, nanti juga datang sendiri,” atau "Yang sudah ditakar, enggak akan tertukar."
Lalu, bagaimana seharusnya kita merespon dan memaknai rezeki? Apakah kita diharuskan mengejar rezeki? Atau cukup duduk manis sambil menikmati kopi yang pahit, sambil pasrah?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita melihat bagaimana makna dan maksud dari QS. Al-Mulk ayat 15 tersebut
Ketika kita ingin menangkap makna Rezeki dalam Al-Qur’an, perlu terlebih dahulu menyelam lebih dalam untuk memahami apa itu rezeki dalam Al-Qur’an. Kata “rezeki” (rizq) disebutkan lebih dari 120 kali dalam berbagai bentuk. Menariknya rezeki dalam Islam, tidak hanya sebatas uang atau materi. Namun juga dapat mencakup segala macam bentuk pemberian dari Allah: dapat berupa kesehatan, waktu yang luang, ilmu yang bermanfaat, bahkan kedamaian hati.
Namun dalam konteks Surah Al-Mulk ayat 15, rezeki dikaitkan dengan proses “berjalan di penjuru bumi” yang menunjukkan adanya usaha yang dilakukan oleh manusia dalam memperoleh rezeki tersebut.
هُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ لَكُمُ ٱلْأَرْضَ ذَلُولًۭا فَٱمْشُوا۟ فِى مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا۟ مِن رِّزْقِهِۦ ۖ وَإِلَيْهِ ٱلنُّشُورُ
Terjemahan:
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”
Kata kunci dalam ayat ini ada dua: "فَٱمْشُوا۟" (berjalanlah) dan "وَكُلُوا۟ مِن رِّزْقِهِۦ" (makanlah dari rezeki-Nya). Maknanya, terdapat hubungan langsung antara usaha yang kita lakukan (aktivitas mencari) dengan hasil yang didapatkan (rezeki).
Para mufassir klasik seperti Imam Ath-Thabari menjelaskan bahwa ayat ini merupakan perintah dari Allah secara eksplisit kepada manusia, dengan tujuan agar lebih memanfaatkan kemudahan yang diberikan di bumi untuk mencari rezeki. Sebagaimana Alam yang telah disiapkan oleh Allah sebagai ladang pencarian, dan kita hanya tinggal bergerak.
Syekh Wahbah az-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir juga menekankan bahwa ayat ini mendorong manusia untuk turut aktif dan selalu dinamis dalam melakukan usaha, namun tetap harus menyadari bahwasanya hasil dari usaha tersebut menjadi ketetapan dari Allah.
Dari Ayat ini tersebut dapat diambil pelajaran bahwasanya, mengajarkan kita untuk tidak semata-mata hanya mengandalkan usaha yang sudah dilakukan, seolah-olah rezeki itu hanya persoalan hitungan jam kerja dan strategi finansial. Kemudian, mengajarkan kita untuk tidak hanya cenderung menunggu tanpa melakukan usaha, dengan dalih “kalau jodoh, rezeki, dan maut itu sudah diatur.”
Dalam Islam kita diajarkan untuk menjaga keseimbangan antara melakukan "ikhtiar secara maksimal dan bertawakal total."
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
"Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung. Burung itu pergi pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore hari dalam keadaan kenyang." (HR. Tirmidzi)
Mari kita mengambil contoh, burung misalnya. Tidak hanya tinggal berdiam di sarang, Ia tetap terbang untuk mencari makan, meskipun tidak tahu pasti di mana makanan akan ditemukan olehnya pada hari itu. Di situlah letak keindahan dari usaha yang dilakukan, tetap memiliki keyakinan kepada Allah secara utuh.
Bagaimana kondisi saat ini pada lingkungan sekitar kita? banyak pola kerja yang kita lakukan burnout. Melalui ayat ini kita diingatkan kembali bahwa bumi sudah dijadikan jalan yang mudah (ذَلُولًا) untuk kita. Maka dari itu, bentuk usaha yang sudah kita lakukan seharusnya tidak menjadi sebuah beban untuk dilakukan. Rezeki bukan soal siapa yang paling sibuk, melainkan siapa yang paling bijak dalam berjalan di “penjuru bumi” ini.
Apakah kita sudah berjalan? atau kita masih berdiam diri sambil menunggu keajaiban dari langit? menunggu keberuntungan yang datang menghampiri kita?
Ketika kita melakukan sebuah usaha, apakah kita sudah mengingat jika usaha yang kita lakukan hasilnya tidak akan sesuai dengan apa yang kita harapkan?
So, apakah rezeki harus dikejar?
Rezeki itu memang dikejar namun tidak seperti orang yang sedang kelaparan mengejar sebuah makanan, tapi juga tidak hanya ditunggu seperti menunggu hujan yang turun.
Rezeki itu dijemput dengan langkah yang nyata bukan hanya sebatas perencanaan yang tidak dilakukan, disertai dengan niat baik, dan hati yang penuh harap kepada Sang Pemberi Rezeki.
Surah Al-Mulk ayat 15 ini bukan hanya perihal nasihat spiritual, melainkan juga dapat menjadi pedoman hidup yang membumi: bergeraklah, tapi jangan lupa kepada siapa engkau akan kembali.
Post a Comment for "Rezeki yang Harus Dikejar: Telaah Perspektif QS. Al-Mulk Ayat 15"