Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengapa Tuhan Menyampaikan Perintah Lewat Nabi, Bukan Langsung ke Setiap Manusia?

Dalam proses spiritual, tak sedikit orang yang bertanya: “Jika Tuhan Maha Kuasa, kenapa Dia tak langsung menyampaikan perintah-Nya ke setiap orang?” atau Mengapa hanya segelintir orang yang dipilih sebagai nabi? Bukankah itu bentuk pilih kasih?”

Artikel ini bukan bermaksud untuk meragukan Tuhan, melainkan karena kita sedang mencari makna di balik mekanisme ilahi yang sering hanya terima begitu aja. 

Wahyu bukan Sekadar Informasi

Wahyu bukan seperti informasi layaknya pesan singkat yang bisa disampaikan secara massal melalui media sosial. Wahyu merupakan pesan ilahi yang sarat makna, nilai, dan konsekuensi. Menyampaikannya yang dibutuhkan bukan hanya " seorang penerima pesan", tetapi juga “penjaga pesan” orang yang benar-benar mampu memikul tanggung jawab besar untuk tidak memanipulasi, menyalahgunakan, atau mencampuradukkan wahyu dengan hawa nafsu pribadinya.

Dalam QS. Al-Ahzab: 72 Allah menyebutkan bahwa amanah ini pernah ditawarkan kepada langit, bumi, dan gunung-gunung tetapi mereka enggan menerimanya karena tanggung jawabnya berat. Manusia yang dipilih sebagai nabi adalah manusia terbaik, yang sudah dipersiapkan untuk memikul beban besar, baik secara moral, mental, maupun spiritual. 

Allah bisa aja langsung menyampaikannya ke setiap manusia, tapi kekuasaannya menjadi bertentangan dengan kehendak-Nya untuk menciptakan dunia yang terukur, terstruktur dan dapat dipelajari. Sederhananya, semua siswa bisa membaca buku sendiri, tetapi tetap dibutuhkan guru agar pembelajaran lebih jelas, sistematis dan bisa dijelaskan ulang saat ada yang salah dalam memahami.

Jika Allah menyampaikan secara langsung pada manusia, Apakah setiap manusia mampu memahami, memverifikasi, dan menafsirkan wahyu dengan benar?

Jika tidak ada satupun jalur otoritatif (nabi), maka semua orang bisa mengklaim sudah menerima pesan dari Tuhan. Maka muncullah ribuan tafsir yang bertentangan, saling mengklaim kebenaran, dan bisa menimbulkan konflik keagamaan yang jauh lebih besar dari yang dirasakan saat ini.

Kenapa Nabi Hanya Beberapa Orang? Apakah Tuhan Pilih Kasih?

Pertanyaan ini perlu dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, Tuhan tidak pernah menilai manusia dari statusnya. Yang membedakan manusia ketaqwaan dan integritasnya 

"إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ..."  Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. (QS. Al-Hujurat: 13) 

Kedua, kenabian bukan sebuah keistimewaan dalam arti mendapatkan “fasilitas” atau “hak istimewa” tapi terdapat beban misi yang sangat berat. Para nabi harus menghadapi penolakan, intimidasi, bahkan penyiksaan dari kaumnya sendiri. Nabi Nuh berdakwah hampir 1000 tahun tapi hanya sedikit pengikutnya. Nabi Muhammad dilempari batu di Thaif, diusir dari Mekkah, dan terus dicaci oleh kaum Quraisy. 

Jadi “apakah Tuhan pilih kasih?” maka jawabannya: tidak. Tuhan menunjuk yang paling siap untuk menjalankan tugas paling berat bukan yang paling Dia sukai.

Dalam hal kenabian, manusia membutuhkan contoh yang nyata. Ajaran yang hanya berupa teori akan sulit diterapkan tanpa ada model hidup yang menunjukkan praktiknya bagaimana dalam kehidupan sehari-hari.

Bagaimana jika wahyu hanya berupa teks tanpa ada orang yang mencontohkannya? Pastinya kita mengalami kesulitan dalam memahami bagaimana cara mengimplementasikan "sabar", bagaimana bersikap "adil" saat konflik, atau bagaimana menyeimbangkan dunia dan akhirat.

Melalui Nabi diajarkan bahwa ajaran Tuhan bukan hanya indah dalam membuat konsep, tapi juga indah untuk dijalani dalam realitas kehidupan manusia.

Komunikasi Tuhan ke Individu Tetap Ada, Tapi Privasi

Islam tidak menutup "kemungkinan" bahwa Tuhan dapat berkomunikasi dengan individu, bukan dalam bentuk wahyu seperti syariat, tapi melalui ilham, petunjuk hati.

Doa, munajat, perenungan—semua itu adalah bentuk komunikasi langsung antara manusia dan Tuhan. Tapi komunikasi ini sifatnya pribadi dan tidak bisa dijadikan dasar hukum umum. Sementara wahyu kenabian bersifat universal dan harus terjaga kemurniannya untuk umat manusia secara keseluruhan.

Inilah mengapa hanya nabi yang mendapat wahyu bersifat hukum, sementara manusia biasa tetap bisa merasa dekat dan dibimbing oleh Tuhan, tapi dalam ruang personal dan spiritual.

Ada anggapan bahwa menjadikan seseorang sebagai nabi berarti memberikan keistimewaan yang menjadikan manusia lain lebih rendah dong? Ya enggak demikian juga, kalau kita lihat dengan jernih, kenabian justru menjamin kita dapat terhindar dari manusia-manusia yang mengklaim dirinya lebih dekat ke Tuhan secara sepihak. 

Dengan ini, keimanan dan ketaatan tidak lagi bergantung pada status sosial atau intelektual seseorang, tetapi pada sejauh mana ia mengikuti risalah yang disampaikan Nabi dengan sungguh-sungguh. Semua manusia bisa mencapai kedekatan spiritual kepada Tuhannya masing-masing bahkan bisa melebihi sebagian nabi dalam amalan "jika Tuhan berkehendak".

Tuhan memilih nabi bukan karena ia lebih mencintainya, tetapi karena misi yang lebih. Dan Ia tetap memberikan peluang hubungan pribadi kepada semua manusia.

Kenapa Tuhan menyampaikan perintah lewat nabi, bukan langsung ke tiap individu?
Karena Tuhan Maha Tahu cara terbaik untuk menjaga kejelasan, otoritas, dan keutuhan pesan-Nya.

Kenapa tidak semua orang jadi nabi?, Karena tidak semua orang siap memikul beban sebesar itu.

Kenapa penting mengikuti nabi?, Karena nabi merupakan jembatan antara ilahi dan manusia bukan penghalang, tapi penyambung. Tanpa nabi kita bisa tersesat dalam tafsir pribadi dan ego masing-masing.

_____
Semoga bermanfaat

Post a Comment for "Mengapa Tuhan Menyampaikan Perintah Lewat Nabi, Bukan Langsung ke Setiap Manusia?"