Pelecehan Seksual Oleh Dosen Berdalih Hubungan Ayah dan Anak | NASIONAL
______________
Peringatan! Tulisan ini dapat memicu
pengalaman traumatis. Apabila Anda dalam keadaan tak siap, kami sarankan untuk
tak lanjut membaca.
!!!
Mata
Bintang tampak merah dan sembab. Ia kerap menatap kosong ke arah tak menentu.
Tak jarang pula mengernyitkan dahi sembari menunduk lesu. Perasaan lelah dan
takut tak bisa Bintang sembunyikan dari roman wajahnya.
Kamis malam, jarum jam hampir menunjuk angka
12. Hari akan segera berganti ke Jumat. Bintang yang didampingi beberapa
temannya sampai di kantor Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Pekanbaru. Tujuan
mereka hendak melaporkan kasus pelecehan seksual dan mencari pendampingan
profesional. Baik secara psikologis untuk pemulihan psikis Bintang, ataupun
mendapatkan keadilan lewat jalur hukum.
Semua
ini bermula pada 27 Oktober lalu. Bintang seorang mahasiswi semester akhir
Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau
(FISIP UNRI). Hari itu, ia datangi ruang kerja SH selaku dosen pembimbing skripsi.
Pukul 12.30, Bintang menuju ke lantai dua dekanat.
Ia
memasuki ruangan. Kala itu hanya ada mereka berdua,Bintang dan SH. Belum mulai
bimbingan, SH melemparkan pertanyaan perihal kehidupan pribadi. Semua
pertanyaan itu masih bisa ia maklumi. Hingga akhirnya, SH mulai melontarkan
kalimat yang membuat Bintang tak nyaman.
“Seperti ia mengatakan kata-kata I
love you, yang membuat saya merasa terkejut dan sangat-sangat tidak
menerima perlakuan bapak tersebut,” ujar Bintang. Ia mencurahkan kronologi
pelecehan itu melalui sebuah video berdurasi 13 menit 26 detik yang kemudian
diunggah oleh akun Instagram @Komahi_ur pada Kamis (4/11).
Ia
tetap menahan ketidaknyamanan itu, hingga bimbingan berakhir. Bintang masih
lekat dengan perasaan risih. Meski begitu, ia tetap berusaha bersikap sopan
dengan niat menyalami SH, hendak berpamitan. Seketika, SH menggenggam kedua
bahu Bintang dan mendekatkan badannya. Tak sampai di situ, ia juga menggenggam
kepala Bintang, mencium pipi kiri serta kening.
Terkejut
dengan perlakuan sang dosen, Bintang menunduk. “Saya sangat merasa ketakutan
dan saya langsung menundukkan kepala saya,” cerita Bintang dengan terbata-bata.
Belum jua berhenti, SH langsung
mendongakkan kepala Bintang. “Mana bibir, mana bibir,” begitu kata Bintang
mengulangi kalimat SH.
Bintang
tak tahan lagi, ia mengaku lemas, ketakutan, dan mendorong SH. “Ya udah kalau nggak mau,”
respon SH sebelum korban tinggalkan ruangan itu dan beranjak dari kampus.
Tak
terima, Bintang yang terpuruk memutuskan mengadu pada seorang dosen. Ia minta
ditemani untuk melapor kepada ketua jurusan, sekaligus membantu mengurus
pergantian pembimbing skripsi. Dosen itu menyanggupi, keduanya bertemu di
sebuah kedai kopi. Namun ketika bertemu, ia justru melanggar janji dan meminta
Bintang untuk memendam kasus ini.
“Jangan
sampai gara-gara kasus ini, SH bercerai dengan istrinya,” dalih sang dosen.
Bintang
kekeh untuk menemui petinggi jurusan, ia didampingi dua kakak sepupunya untuk
melapor. Arah perbincangan dengan ketua dan sekretaris jurusan itu justru
memojokkan Bintang dan menyeret hal lain di luar pembahasan. Seperti
menyalahkan mengapa tak membawa SK ketika bimbingan.
“Berulang
kali ia coba menjatuhkan saya di depan ketua jurusan,” lanjut Bintang.
Pimpinan
berdalih bahwa SH sedang khilaf. Lebih jauh, mereka bahkan mengolok-olok korban
dengan candaan “Ini hanya dicium saja.” Lagi-lagi, Bintang diminta menutup
rapat kasus pelecehan yang ia alami.
Mereka berikan saran agar Bintang menemui langsung
SH, sebagai bentuk penyelesaian. Permintaan itu tak diamini Bintang. Ia mengaku
tak siap untuk bertatap muka, sebab kondisi psikisnya sangat terguncang.
Belum
berselang lama, berkali-kali Bintang mendapat panggilan telepon dari nomor
berbeda. Peneleponnya tak lain tak bukan adalah SH. Panggilan berulang itu tak
ia gubris lagi. Penolakan berujung pada mendaratnya sebuah pesan yang meminta
Bintang menjawab telepon. Lagi-lagi, ia tak menggubris.
Jawaban
tak jua didapat, upaya SH pun semakin gencar. Ia hubungi keluarga Bintang.
Dalihnya, tindakan mencium Bintang layaknya bentuk hubungan ayah kepada anak.
“Keluarga dan saya tak menerima perlakuan keji SH terhadap kami,” tutup Bintang
dalam video itu.
Terhitung
sejak pelecehan seksual itu terjadi, Bintang belum mendapatkan pendampingan
dari tenaga profesional. Berangkat dari rekomendasi pihak LBH Pekanbaru,
Bintang akan mendapat akses pendampingan psikologis. Hasil asesmen oleh
psikolog nantinya dapat digunakan kalau-kalau korban menginginkan kasus ini berlanjut
ke jalur hukum.
Pukul
satu malam, korban mulai menunduk dengan rentang waktu yang cukup lama. Ia
makin tak fokus dan memutuskan beranjak pulang dari kantor LBH Pekanbaru.
Sementara itu, diskusi masih berlanjut.
Agil Fadlan Mabruri, Ketua Divisi Advokasi
Komahi sebut bahwa pendamping sudah serahkan surat pernyataan kepada Rektor
UNRI Aras Mulyadi. Surat itu memuat lima poin tuntutan korban.
Momen
pelantikan DPM dan BEM UNRI yang dihadiri oleh rektor dan wakilnya jadi celah
menuntut sikap tegas rektor untuk buat kebijakan yang berpihak pada korban.
Pihak Korps Mahasiswa Hubungan Internasional atau Komahi bersama Kaharudin
Presiden BEM UNRI juga tunjukkan video pengakuan korban kepada Aras. Namun, ia
menanggapi bahwa kasus tersebut diselesaikan di fakultas saja.
Poin
tuntutan pertama, agar terduga pelaku mengakui perbuatannya terhadap korban.
Kedua, sampaikan permintaan maaf kepada korban. Ketiga, jaminan perlindungan
akademik dan perlindungan diri korban dari terduga pelaku. Keempat, kesediaan
untuk menyediakan pendampingan psikolog bagi korban. Terakhir, kampus harus
memberikan sanksi administratif.
Bicara
soal penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus, sejatinya ada
Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 yang mengatur. Aturan yang diundangkan pada 3
September lalu itu menyebutkan, kampus harus membentuk satgas khusus untuk
mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual di kampus. Paling lama, satgas
sudah harus terbentuk satu tahun setelah peraturan diundangkan. Persoalan
sanksi administratif juga dibahas oleh satgas ini.
Namun,
kehadiran satgas hingga kini belum tercipta. Syaiful Bahri—Wakil Rektor Bidang
Perencanaan, Kerja Sama, dan Sistem Informasi mengatakan bahwa ihwal ini sudah
dibahas dalam rapat pimpinan. Aras mengundang empat wakilnya dan kepala biro
untuk hadir pada Selasa (2/11) sebagai jawaban atas peraturan menteri tersebut.
Pembahasan mencakup pembentukan tim persiapan, rencana pembentukan satgas,
struktur beserta kelengkapan, hingga personalia dan standar operasional
prosedur.
Lanjut
Syaiful, Menteri Nadiem Makarim meminta agar satgas segera dibentuk. Berkaca
pada peraturan, pembentukan satgas melalui proses panjang. Bermula dengan
membentuk panitia seleksi. Aras sudah menunjuk Ahyat—Kepala Biro Umum dan
Akademik—sebagai ketua tim persiapan. “Tim ini bersama anggota diamanahi
melakukan tindak lanjut pembentukan satgas,” kata Syaiful kepada kru Bahana
Mahasiswa (BM), Jumat pagi.
Ahyat membenarkan penunjukan dirinya.
Namun, ia menyebut hanya diminta membentuk Organisasi Tata Kelola atau OTK
saja. “Saya disuruh hanya membuat OTK-nya saja dulu. Artinya, di dalam struktur
organisasi UNRI itu ada satgas pelecehan seksual. Jadi, belum ada panitia
seleksi.”
Kini,
ia juga tengah mempelajari peraturan itu. Katanya, jika sudah disetujui rektor,
barulah dibentuk panitia seleksi. Namun hingga Kamis malam, SK Rektor terkait
penunjukan Ahyat belum sampai kepadanya. “Gimana saya
bekerja kalau ndak ada perintah SK,” terang Ahyat
di ujung telepon.
Jumat
siang pukul dua, pimpinan universitas akan gelar rapat membahas kasus ini. BM
coba minta konfirmasi kepada Aras via telepon, namun tak mendapat jawaban.
Sementara
itu, Andi Wijaya Direktur LBH Pekanbaru menegaskan bahwa kampus harus lekas
melahirkan kebijakan menyangkut ini. “UNRI mesti keluarkan kebijakan segera dan
mendampingi proses pemulihan korban, atau bisa jadi pendamping hukumnya,” kata
Andi menutup diskusi pukul dua dini hari di Jalan Kuda Laut, Sukajadi.
Mundur
dua hari lalu, SH sempat gelar diskusi bersama mahasiswa dengan mengundang
kelembagaan se-lingkungan FISIP. Di tengah diskusi bertajuk 1
Hari Bersama Dekan itu, seorang peserta sempat bertanya soal
penanganan pelecehan seksual di kampus. Belum tuntas menjawab, ia pamit pergi
dengan alasan akan terbang ke luar kota. Ia pesankan untuk berdiskusi lebih
lanjut dengan wakil dekan.
Kru BM
coba menghubungi SH berulang kali, sejak sore hingga malam. Namun, ia tak
kunjung menjawab sampai tulisan ini terbit.
Sc : Bahanamahasiswa
Post a Comment for "Pelecehan Seksual Oleh Dosen Berdalih Hubungan Ayah dan Anak | NASIONAL"